Dulu aku sering terheran-heran dan rasanya tak percaya tiap kali menonton Reportase Investigasi yang ditayangkan di Trans TV tiap Sabtu pukul 17.00. Tak percaya dengan segala hasil reportase mereka tersebut. Apa iya rakyat Indonesia itu selicik itu dalam berusaha, sampai-sampai segala jenis produk pun dipalsukan? Mulai dari jajanan bocah, rinso, obat, hingga onderdil kendaraan bermotor. Bahkan saking tak percayanya, aku mengira itu semua hanya akal-akalannya stasiun TV tersebut.
Tapi setelah kejadian yang menimpaku kemarin minggu itu, aku sadar bahwa tayangan tersebut (mungkin) memang berdasarkan fakta. Setidaknya itu menurut opini dangkalku. Ketidakjujuran dan rasa tanggung jawab makin sulit dicari di negeri ini. Lihat saja bagaimana si Tapiheru itu sudah mencecarku dulu, sebelum aku jelaskan akar masalahnya. Bicaranya juga berbelit-belit dan berputar-putar pada sebuah pernyataan yang pro-penjual: 'Situ kalau jualan, trus ada pembeli mau nuker sama yang ancur, gimana?' Padahal jelas-jelas aku yang dirugikan. Barangnya rusak, karena di luar kemauanku (Force majeur). Toh bisa saja kan dia bicara seperti itu sebagai dalih untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab. Bisa saja kan barang tersebut memang sudah retak atau berkualitas buruk.
Apalagi kemarin sore, aku diberitahukan mami bahwa sebetulnya si Tapiheru tetap ngotot nggak mau ganti rugi. Uang sebesar Rp 10.000 yang diberikan mami kepadaku itu murni dari kantong beliau. Bahkan menurut penuturannya, si Tapiheru malah bilang bahwa akulah yang memaki-maki dia. Oh shit! Jujur, dari awal aku complaint ke dia secara baik-baik. Bahkan aku rela menungguinya sewaktu dia sibuk melayani pembeli yang datang sebelum aku. Malah si Tapiheru-lah yang bicaranya lumayan kencang, melecehkanku, dan mempermalukanku di depan umum. Itu belum lagi dengan sebuah fakta berikut: 'Dia berusaha melemparku dengan sebuah bangku.'
Selain masalahku dengan si penjual, ada pula masalah temanku yang kehilangan sepedanya di warnet. Sudah hilang, sang pemilik sekaligus operatornya juga tak bertanggung jawab. Bahkan bersimpati tidak. malah dengan entengnya, dia berkata bahwa itu bukan tanggung jawabnya warnet tersebut. Beda cerita kalau warnet tersebut memberikan sedikit 'santunan'. Yah namun seperti penuturan temanku tersebut, tak ada niatan baik (good faith) yang ditunjukan si pemilik kepada temanku tersebut.
Sehingga setelah dua kejadian tersebut, bolehlah aku berkesimpulan bahwa tayangan per tayangan yang disajikan acara reportase tersebut memang setidaknya berdasarkan fakta. Wajarlah pula bila angka korupsi di negeri ini lumayan tinggi. Tindakan korupsi tak hanya dilakukan oleh orang-orang kelas atas saja, namun sudah merasuki nyaris sebagian rakyatnya, termasuk kaum jelata. Hati nurani mereka menjadi tumpul. Kecurangan pun merebak dimana-mana, hingga konsumen selalu menjadi awam yang terus dirugikan. Tak peduli bagaimana complaint konsumen terkait kerugian yang mereka derita, para penjual atau pebisnis selalu punya 1001 cara untuk mengelak dari tanggung jawabnya.
Kalau sudah begini, sepertinya kata-kata 'Pembeli adalah Raja' hanyalah sebuah slogan biasa yang tak bermakna sama sekali.
Tapi setelah kejadian yang menimpaku kemarin minggu itu, aku sadar bahwa tayangan tersebut (mungkin) memang berdasarkan fakta. Setidaknya itu menurut opini dangkalku. Ketidakjujuran dan rasa tanggung jawab makin sulit dicari di negeri ini. Lihat saja bagaimana si Tapiheru itu sudah mencecarku dulu, sebelum aku jelaskan akar masalahnya. Bicaranya juga berbelit-belit dan berputar-putar pada sebuah pernyataan yang pro-penjual: 'Situ kalau jualan, trus ada pembeli mau nuker sama yang ancur, gimana?' Padahal jelas-jelas aku yang dirugikan. Barangnya rusak, karena di luar kemauanku (Force majeur). Toh bisa saja kan dia bicara seperti itu sebagai dalih untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab. Bisa saja kan barang tersebut memang sudah retak atau berkualitas buruk.
Apalagi kemarin sore, aku diberitahukan mami bahwa sebetulnya si Tapiheru tetap ngotot nggak mau ganti rugi. Uang sebesar Rp 10.000 yang diberikan mami kepadaku itu murni dari kantong beliau. Bahkan menurut penuturannya, si Tapiheru malah bilang bahwa akulah yang memaki-maki dia. Oh shit! Jujur, dari awal aku complaint ke dia secara baik-baik. Bahkan aku rela menungguinya sewaktu dia sibuk melayani pembeli yang datang sebelum aku. Malah si Tapiheru-lah yang bicaranya lumayan kencang, melecehkanku, dan mempermalukanku di depan umum. Itu belum lagi dengan sebuah fakta berikut: 'Dia berusaha melemparku dengan sebuah bangku.'
Selain masalahku dengan si penjual, ada pula masalah temanku yang kehilangan sepedanya di warnet. Sudah hilang, sang pemilik sekaligus operatornya juga tak bertanggung jawab. Bahkan bersimpati tidak. malah dengan entengnya, dia berkata bahwa itu bukan tanggung jawabnya warnet tersebut. Beda cerita kalau warnet tersebut memberikan sedikit 'santunan'. Yah namun seperti penuturan temanku tersebut, tak ada niatan baik (good faith) yang ditunjukan si pemilik kepada temanku tersebut.
Sehingga setelah dua kejadian tersebut, bolehlah aku berkesimpulan bahwa tayangan per tayangan yang disajikan acara reportase tersebut memang setidaknya berdasarkan fakta. Wajarlah pula bila angka korupsi di negeri ini lumayan tinggi. Tindakan korupsi tak hanya dilakukan oleh orang-orang kelas atas saja, namun sudah merasuki nyaris sebagian rakyatnya, termasuk kaum jelata. Hati nurani mereka menjadi tumpul. Kecurangan pun merebak dimana-mana, hingga konsumen selalu menjadi awam yang terus dirugikan. Tak peduli bagaimana complaint konsumen terkait kerugian yang mereka derita, para penjual atau pebisnis selalu punya 1001 cara untuk mengelak dari tanggung jawabnya.
Kalau sudah begini, sepertinya kata-kata 'Pembeli adalah Raja' hanyalah sebuah slogan biasa yang tak bermakna sama sekali.
kok banyak link-link model berbayar kalo diklik? maksudnya apa tuh?
ReplyDeletekalo soal sepeda yang hilang di depan warnet...
ReplyDeleteaku pingin tahu, apakah tempat parkis di depan warnet itu sebuah tempat parkir resmi berbayar yang seperti di mall mall???
kalo memang seperti itu, si warnetnya ya harus bayar atau setidaknya memberikan santunan.
tapi kalo lokasi parkirnya di tempat terbuka, dan siapapun bisa perkir di sana... apalagi gak ada petugas parkirnya (yang resmi maupun gak resmi)... ya bagaimana pengelola warnetnya bisa bertanggung jawab??????
pengelola warnet nya kan cuman ada di dalam, dia gak tau apa yang terjadi di luar gedungnya.
susah juga sebenarnya yaa...
mungkin si teman merasa kecewa karena jawaban pengelola warnetnya tidak memuaskan.itu aja
@ arif: sori yah mas arif.. aku lagi nyoba nyari duit di internet... hehehe... maafin atas gangguan kecil tersebut... ^^v
ReplyDelete@ elsa: sepedanya itu ditaruh di halaman garasinya mbak, bukan di luar garasi...
ReplyDeletepembeli adalah raja itu berlaku dalam konteks pelayanannya saja kayaknya..karena di struck pembayaran biasanya di kasih tulisan: barang yang sudah dibeli tdk bisa ditukar..
ReplyDeleteKalau soal sepeda hilang di parkiran warnet, at least yg diharapkan adalah sikap simpatik dr pemilik warnetnya kan? Meski gak bisa mengganti, setidaknya memberikan reaksi yg proaktif
oooo di dalam garasi...
ReplyDeleteya berarti memang pengelola warnetnya harusnya lebih bertanggung jawab ya
soalnya berada di dalam areanya. bukan di parkiran luar..
setuju sama Ririe Khayan
setidaknya ada respon yang proaktif gitu
Nah itu dia kenapa aku dan dia kesel.. Ga ada simpatiknya sama sekali... --'
ReplyDeleteAkhirnya ada yang paham juga... :P
sketsa gambar warnetnya bisa dilihat di sini: http://immanuels-notes.blogspot.com/2012/05/mungkin-pihak-yang-salah-malah-lebih.html
ReplyDeleteAku rasa ini opini yang ditulis dengan emosi, dengan dua bukti yang begitu minim, jangan beranggapan seperti itu. Ini hanya segelintir buruk dari ribuan kebaikan, namun hanya mengingat yang buruknya saja :P
ReplyDeleteya kan cuma istilah...
ReplyDelete:P
@ Basith: Hahaha... ngapain pake bukti banyak2 ? Toh ini kan bukan karya ilmiah yang tiap kata atau kalimatnya perlu diverfikasi lagi... Toh juga bukan karya jurnalistik.. Hahaha...
ReplyDeleteOh yah ini juga berdasarkan pengalaman saya sendiri lho.... Plus selain itu kalau kamu ke Indonesia dan Jakarta atau sekitarnya, pasti kamu bakal ngerasain hal2 yang saya atau mungkin beberapa blogger tulis... Juga banyak kok media yang nyantumin hal2 negatif kayak gitu, yah walau benar katamu kalau masih ada hal2 baik lainnya.... Tapi yah menurut sumber yang kubaca, angka kriminalitas di Indonesia termasuk tinggi lho... Pernah dengar kan kasus penembakan yang marak terjadi? Salah satunya penembakan di salah satu minimarket di Pamulang...
Atau kalau dalam konteks tulisannya saya ini, ada kok orang2 yang ngalamin hal2 kayak saya ini... Makanya rubrik Suara pembaca di Kompas nggak pernah sepi dari komplen orang2 yang ditujukan ke para pelaku usaha...
So, yeaah it's based on the fact, not based on my emotion... Hehehe...
Basith, sorry yah kalau kamu bacanya terdengar agak keras.. Aku gak tersinggung kok.. Dan mohon jangan kapok2 yah berkomentar di sini.. Hehehe... Peace, maaaan... ^^v