ONE STORY ONE PHOTO: Ayah, Anak, dan Organisasi Terlarang







[Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, atau peristiwa. Murni hanya kebetulan belaka]









Genre: Dark Romance, Misteri







Dokumentasi pribadi.



Menghakimi memang kurang baik. Apalagi dengan berprasangka negatif. Pernahkah kalian berpikir apa akibat dari penghakiman atau berprasangka negatif tersebut? Bisa saja si korban akan mengembannya sampai akhir hayat. Tapi, pernahkah kalian berpikir soal kemungkinan penghakiman yang bersumber dari Sang Pencipta sendiri? Memang sulit dibedakan dari hasrat manusia. Sebab penghakiman yang bersumber dari Allah sendiri, menggunakan manusia sebagai alat-Nya. Sama seperti apa yang terjadi di dalam gereja nan mewah ini.

Gereja ini sangat mewah. Langit-langit yang luas sekali, bak seperti memandangi langit sungguhan saja. Dua-tiga lampu gantung yang sangat menawan. Beberapa ukiran patung orang-orang kudus di tiap sudut gereja. Organ dan piano untuk mengiringi pujian. Mimbar yang dilapisi emas. Itu semua mungkin membuat para umat merasa nyaman beribadah di sana.

Namun sayangnya kemewahan itu tak sebanding dengan sikap sebagian besar umat pada ibadah minggu kali ini. Mereka tengah dongkol akan sesuatu, atau tepatnya seseorang. Mata mereka sinis sekali pada seorang wanita yang tengah menggendong bayi imut. Apa mereka tak kasihan dengan si wanita yang bahkan sudah menutupi dengan kerudung saking malunya.

Malu? Memang apa yang tengah terjadi? Mengapa si wanita harus malu? Dosa apa yang diperbuat oleh si wanita? Hamil di luar nikah? Berhubungan badan dengan banyak dan sembarang pria--yang lalu bikin si bayi tak tahu jelas ayahnya yang mana? Yang pertama, bukan. Si wanita hamil setelah menikah di gereja ini pula. Yang kedua pun bukan. Ayahnya jelas. Sebab sang pemimpin umat di gereja inilah yang meneguhkan pernikahan antara si ayah dan si ibu. Bahkan si bayi yang sudah berusia 3 tahun ini dibaptis oleh pemimpin umat yang sama. Jadi, si wanita harus malu karena apa?

Usut punya usut, ternyata ayah si bayi ini ikut serta dalam suatu organisasi terlarang. Saking terlarangnya, organisasi itu terus merongrong gereja. Organisasi itu berusaha melawan otoritas Tuhan dengan dalih pencerahan. Kata organisasi itu, "Manusia harus mandiri, harus bebas dari kuasa mana pun!" Begitu lantangnya organisasi itu berkoar-koar. Entah sejak kapan ayah si bayi ikut serta dalam organisasi seperti itu. Ibu si bayi tak tahu menahu sama sekali.

Sebab yang ada di pikiran si wanita itu, suaminya pergi melanglang buana demi bisa menyuapi tiga mulut. Sang suami tak bilang akan ke mana dan akan bekerja apa. Si wanita itu hanya dibilang seperti ini: "Aku pergi dulu, Sayang. Katanya, di kota itu, ada sebuah pekerjaan dengan gaji lumayan untuk keluarga kecil kita. Jaga baik-baik anak semata wayang kita." Lalu, selama satu tahun, si wanita dan bayinya rutin mendapatkan uang bulanan dari seorang kurir. Pernah si wanita bertanya pada kurir dari manakah asal uang itu. Si kurir hanya bergeming. Sebab kurir hanya kurir. Mereka hanya mengemban tugas demi sebuah bayaran. Oleh sebab itu kurir itu masa bodoh dengan barang yang diantarkan--seberapa bahayakah barang kiriman tersebut?

Setahun berlalu. Baru tahulah si wanita itu dari mana uang yang dikirim suaminya. Ternyata sang suami mengabdi pada sebuah organisasi terlarang--yang katanya sang pencerah. Dan, organisasi itu dibenci gereja. Gereja membenci ajaran organisasi itu karena dianggap berbahaya. Kata mereka, "Mengancam eksistensi Tuhan!"

Yah seharusnya gereja tak boleh mengumbar kebencian. Bukankah Yesus Kristus mengajarkan tiap insan untuk mengasihi musuh? Namun dengan jalan apa menyadarkan organisasi yang tiap pengikutnya itu sudah memiliki jalan pikiran yang luar biasa keliru? Tak ada toleransi. Persekutuan para gereja sepakat untuk me-black list organisasi itu. Mereka berusaha agar umat jangan sampai jatuh ke dalam organisasi terlarang tersebut.

Organisasi itu terlihat baik. Bagus sekali tampilannya. Mereka mengusung jargon "ilmu pengetahuan itu segalanya". Mereka membuka banyak hal yang sudah selayaknya ditutup. Sehingga keberadaan Tuhan pun mereka tampikkan. Di situlah letak utama kesalahan organisasi tersebut. Lainnya, mereka mulai tak menganggap tabu beberapa perilaku. Ambil contoh, hubungan sesama jenis. Dalih mereka, "Siapa pun berhak mencintai siapa pun tanpa pandang bulu."

Oh tidak! 

Si wanita semakin membenamkan kepalanya. Ia terus menggeleng-gelengkan kepala. Seperti mengerti saja, bayi itu menatap nanar ibunya. Bayi itu memandang kasihan, sehingga tak ikut menangis, yang mungkin makin membuat runyam suasana.

"Friedrich," isak si wanita. "kelak saat kamu dewasa, ibu mohon kamu jangan pernah menyelidiki siapa ayah kamu. Ia tak pantas disebut ayah oleh kamu, Nak."

Perlahan si wanita mengangkat kepala. Ia pandangi patung Yesus yang berdiri gagah di dekat mimbar. Matanya sangat nanar sekali. Isaknya semakin berat (walau sebagian besar umat berpikiran itu hanya air mata buaya). Lirih sekali ia berujar, "Lord, seharusnyakah aku menceraikan suamiku? Tapi Engkau sendiri yang bersabda bahwa Engkau sangat membenci perceraian. Dulu beratus tahun silam Engkau sendiri yang bilang bahwa apa yang sudah dipersatukan Tuhan, tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Sekarang aku harus bagaimana, Lord? Engkau benci perceraian. Dan, kini karena suamiku dan organisasi kesayangannya, aku harus menerima segala penghakiman ini."

"Kasihan Friedrich kecil," si wanita kembali memandangi bayi lelaki manis itu. Lagi-lagi dengan penuh nanar. "Semoga ayahmu itu bisa segera sadar, Nak."

*****

Lubang anusnya sakit sekali. Kepalanya terasa berat sekali. Dadanya sangat terasa kebas. Tiga dosa menyelimuti seorang pria berwajah kotak dengan kumis kotak pula. Sembari duduk di pojok saung, si pria menatap langit malam penuh bintang. Suaranya berat sekali. Batuk itu tak kunjung sembuh. Sudah setahun lebih ia terus terbatuk-batuk. Nanah yang muncul mendadak di kaki kanannya pun tak sembuh-sembuh. Mau berapa banyak yang ia baca, pria itu sama sekali tak mengerti penyakit apa yang dideritanya. Beragam obat sudah coba ditenggak, tapi ia tak kunjung sembuh.

Karena derita menanggung penyakit yang tak tersembuhkan dan tak jelas apa penyakitnya, terketuk hati si pria. Matanya jadi nanar saat berusaha melihat ke belakang. Andai saja ia tak menerima tawaran itu. Dulu, karena hobinya yang mencari tahu dan senang membaca, ia jadi terjerumus ke organisasi itu. Istrinya sama sekali tak tahu. Yang istrinya tahu dirinya bekerja di sebuah tempat yang berani bayar mahal hanya demi melakukan sebuah penelitian akan banyak hal. 1000 pound bayarannya. Gila, bukan? Orang waras mana yang berani menampik tawaran mewah tersebut?

Namun kini ia menyesal. Ia masih menatap langit malam. Ia tahu Allah pasti tengah memandanginya balik. Pasti Allah tengah menunggu munculnya kata-kata maaf dari mulutnya. Pasti begitu.

Lirih sekali, saking lirihnya--nyaris tak terdengar, ia berucap, "Lord, I'm sorry. Aku menyesal dengan apa yang terjadi pada hidupku. Kebiasaankulah yang sudah menyeretku hingga ke situasi yang kacau ini. Mungkin sekarang gara-gara suaminya ini, istri dan anakku jadi menderita. Aku dengar organisasi ini sangat dibenci para gembala-Mu. Mungkin hidupnya itu bagaikan mati tak mau, hidup pun segan."

"Lord, aku hanya mohon satu. Engkau boleh tak akan pernah mengampuni aku. Aku siap dengan segala penghukuman Engkau. Tapi mohon jangan hukum istri dan anakku. Biarkan mereka hidup bahagia dan tak perlu memikirkan soal uang.  Semoga juga saja anakku tak mengikuti jejakku."

Kini si pria berada dalam posisi dilematis. Ia tak bisa keluar begitu dari organisasi itu. Organisasi itu sangat memerlukan talentanya yang sangat luar biasa berharga. Apalagi selama beberapa bulan si pria sangat loyal. Dirinya bekerja dengan gigih dan keras sekali, tak kenal waktu. Kalau dirinya keluar, organisasi itu akan mencarinya untuk dicincang. Sebab organisasi itu takut rahasia kotor mereka terbongkar. Sementara jika berhasil keluar dengan sejahtera, bagaimana dengan masyarakat sana? Yah masyarakat yang belum terkontaminasi oleh organisasi itu. Dijamin ia akan sulit hidup tenang.

*****

Sepuluh tahun kemudian, 

Mungkin ini bagian dari rencana Tuhan. Walau pria itu sudah memohon seperti itu satu dekade silam, tetap saja takdir berkata lain. Anaknya tetap mengikuti jejak si ayah. Si anak sama-sama memiliki sifat itu: rasa ingin tahu yang begitu tinggi. Bedanya, rasa ingin tahu si anak itu dipicu karena stigma-stigma yang si anak itu peroleh dari khalayak. Si anak tak tahan dengan pengucilan itu di mana-mana. Entah itu di sekolah, pasar, tempat bermain, hingga gereja sekalipun.

Muak sekali si anak itu. Saking muaknya, ia menatap nyalang ke langit yang sangat terik. Ia memandang benci ke seseorang nun jauh di sana. Oh tidak, bahkan di dalam relung hati terdalamnya pun, si anak sama sekali tak mempercayai keberadaan Tuhan. Kalau Tuhan ada, mengapa doanya sama sekali tak terjawab, kenapa pula ibunya hidup melarat sekali. Kalau bukan dari merampok, si anak pasti sama sekali tak bisa memiliki barang-barang mewah. Satu perempuan cantik jatuh ke pelukannya pula.

Suatu kali, di lorong kota, ia membaca sebuah pengumuman. Pengumuman itu sangat menarik hatinya. Bayarannyalah penyebabnya. Ada yang berani membayar mahal dirinya. Gila kali, masa ada yang berani membayar 1000 pound? Bangsawankah mereka? Atau raja-raja mungkin? Semakin gila lagi, 1000 pound untuk sebuah pekerjaan yang menurutnya enteng sekali. Hanya meneliti. Apalagi sedari kecil, si anak sudah hobi mengamati. Belum lagi dalam deskripsi pekerjaan tersebut dikatakan ia akan harus membedah mayat, yang gereja sangat membenci kegiatan tersebut.

Wow!

Sang anak sangat terkesima. Pikirnya, ia harus mengambil pekerjaan tersebut. Kapan lagi dapat pekerjaan seperti ini. Halal pula. Ia tak perlu terus menyakiti hati nuraninya. Pekerjaan enteng, bayaran tinggi. Ini luar biasa!

Si anak menerbitkan cengiran lebar. Ia terus terkekeh-kekeh, Dirobeknya selebaran itu, lalu ia berlari secepat kilat, bahkan mungkin lebih cepat dari kilat, Di pikirannya, ia harus segera mencuri sebuah kuda--mungkin itu bakal jadi pencurian terakhirnya--dan bergegas ke kota itu, ke tempat rahasia tersebut.

Ah kebetulan sekali, ada kuda menganggur, tak diikat, tak ada yang menjagai. Pelan-pelan ia jinakkan kuda surai putih itu, dan... wuuuuus, ia dan kuda itu melenggang secepat angin menuju organisasi tersebut.

Omong-omong nama  kecil si anak yang sudah akil balig itu ialah...

...Friedrich. 

Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~