Pelajaran Bunga Wijayakusumah

 

Bunga di atas itu harganya lumayan mahal. Hampir dua ratus ribu. Begitulah yang masih kuingat dari obrolan aku dengan salah satu penjual yang menjadi kenalan aku beberapa hari yang lalu. Aku jadi berpikir kenapa semahal itu. Pastinya bukan hanya karena cara merawatnya saja. 

Usut punya usut, bunga Wijayakusuma ini konon dikenal sebagai bunga pembawa keberuntungan. Sama seperti Morning Glory, bunga ini mekar hanya sebentar. Sekitar satu-dua hari. Itu pun mekar di saat tengah malam. Setelah itu, layu. Orang yang bisa menyaksikan bunga ini mekar langsung, konon yang bersangkutan akan mendapatkan kebaikan di kemudian hari. Mitosnya seperti itu.

Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Tapi, setelah melalui banyak hal, juga aku mendadak teringat dengan nasehat salah seorang teman bloger (untuk tidak meremehkan mitos/takhayul) saat tahun 2014 kemarin, mungkin memang benar. Ada asap, pasti ada api, kan. Tak heran bunga Wijayakusuma dihargai mahal (Untuk aku, dua ratus ribu itu sudah lumayan mahal. Terakhir, beli tanaman cabai, itu hanya seharga lima puluh ribu rupiah). Mahalnya itu bukan karena cara perawatannya, namun juga kepada bagaimana bunga itu mekar atau khasiatnya (yang kata temanku yang lainnya, bunga ini mampu menyerap hawa negatif). Atau, mungkin ada juga sebab-sebab lainnya kenapa bunga ini dihargai segitu. 

Well, aku juga teringat dengan salah satu anekdot. Tentang jasa reparasi komputer. Diceritakan ada seorang pelanggan yang mengadu kenapa tarifnya mahal, padahal perbaikannya tidak terlalu parah. Lalu, si tukang servis menawarkan peralatannya kepada si pelanggan. Si tukang servis meminta si pelanggan untuk memperbaiki sendiri. Jelas si pelanggan enggan. 

Intinya, yang aku dapatkan dari pelajaran "Bunga Wijayakusuma" itu adalah: 

Ada banyak pertimbangan kenapa sesuatu dihargai dengan harga seperti itu (yang menurut kita, mahal). Tidak hanya karena cara pembuatannya, namun juga mempertimbangkan banyak aspek. Lagipula, mahal atau murah itu relatif.